
Dalam kondisi perekonomian yang sulit, lapangan pekerjaan yang juga semakin sempit, ada sebagian orang yang “merasa” tidak memiliki pendidikan dan keahlian memadahi dan memutuskan menjadi Pekerja Rumah Tangga untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Kurangnya pendidikan dan keahlian yang dimiliki Pekerja Rumah Tangga akan berakibat pada rendahnya daya tawar yang dimiliki seorang PRT sehingga tidak banyak pilihan bagi Pekerja Rumah Tangga ketika harus menerima hubungan kerja yang merugikan dirinya. Persoalan kemanusiaanpun kemudian sering timbul disini; hilangnya harkat dan martabat Pekerja Rumah Tangga sejak memasuki hubungan kerja yang sudah menjadi orang yang tidak merdeka dan terpaksa mengabdikan dirinya sebagai PRT dengan hak-hak yang tidak jelas adalah satu contoh sederhana yang menjadi awal penindasan itu terjadi. Ketika terjadi kekerasan atas dirinyapun PRT juga tidak mengerti apa yang mesti ia lakukan untuk menghentikan tindakan majikannya tersebut.
Selama ini, batasan kerja atau jam kerja adalah persoalan yang masih sulit dipecahkan. Dan ada satu hak PRT yang kadang terlupakan, yakni hari libur dimana PRT bisa meluangkan waktunya sehari penuh untuk bebas dari berbagai jenis beban pekerjaan setelah satu minggu ia bekerja. Memang, ada beberapa PRT yang memiliki batasan kerja atau jam kerja yang cukup, sehingga PRT memiliki waktu sedikit untuk bisa lepas sejenak dari beban tersebut. Namun, waktu tersebut sebenarnya belumlah cukup jika dibandingkan dengan beban pekerjaan yang ia terima. Kadang, ketika PRT sedang melepas penat, beristirahat, bercengkerama dengan sesama PRT, masih saja ada kalimat-kalimat lain yang intinya tetap saja menyuruh PRT untuk melakukan pekerjaan. Sehingga di sini hari libur menjadi sangat penting untuk benar-benar menjadi hak mutlak yang harus diberikan, dimana hari itu menjadi hari “merdeka” bagi seorang PRT untuk bisa beraktivitas apapun.

Pekerja rumah tangga sama kondisinya dengan sang pengguna jasa, yakni manusia yang membutuhkan istirahat, termasuk di dalamnya adalah cuti dan libur. Waktu istirahat adalah wajar dan sesuai dengan panjang jam kerja, sementara untuk hari libur, PRT berhak mendapatkan hari libur mingguan selama 24 jam atau satu hari dalam setiap minggu. PRT juga layak diberikan cuti haid dan cuti melahirkan. Untuk cuti tahunan, PRT juga bisa mendapatkan setelah bekerja dengan pengguna jasa minimal 1 tahun atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak tentang masa kerja. Bagi pengguna jasa, jika jam istirahat tidak diberikan sesuai dengan kebutuhan secara fisik maupun psikologis, hal ini jelas akan berpengaruh pada kinerja Pekerja Rumah Tangga yang tentunya merugikan kedua belah pihak.

Thanks for post. It’s really imformative stuff.
BalasHapusI really like to read.Hope to learn a lot and have a nice experience here! my best regards guys!
--
rockstarbabu
--
SEO----SEO