Minggu, 16 Agustus 2009

LIBUR SEHARI DALAM SEMINGGU


Dalam kondisi perekonomian yang sulit, lapangan pekerjaan yang juga semakin sempit, ada sebagian orang yang “merasa” tidak memiliki pendidikan dan keahlian memadahi dan memutuskan menjadi Pekerja Rumah Tangga untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Kurangnya pendidikan dan keahlian yang dimiliki Pekerja Rumah Tangga akan berakibat pada rendahnya daya tawar yang dimiliki seorang PRT sehingga tidak banyak pilihan bagi Pekerja Rumah Tangga ketika harus menerima hubungan kerja yang merugikan dirinya. Persoalan kemanusiaanpun kemudian sering timbul disini; hilangnya harkat dan martabat Pekerja Rumah Tangga sejak memasuki hubungan kerja yang sudah menjadi orang yang tidak merdeka dan terpaksa mengabdikan dirinya sebagai PRT dengan hak-hak yang tidak jelas adalah satu contoh sederhana yang menjadi awal penindasan itu terjadi. Ketika terjadi kekerasan atas dirinyapun PRT juga tidak mengerti apa yang mesti ia lakukan untuk menghentikan tindakan majikannya tersebut.

Selama ini, batasan kerja atau jam kerja adalah persoalan yang masih sulit dipecahkan. Dan ada satu hak PRT yang kadang terlupakan, yakni hari libur dimana PRT bisa meluangkan waktunya sehari penuh untuk bebas dari berbagai jenis beban pekerjaan setelah satu minggu ia bekerja. Memang, ada beberapa PRT yang memiliki batasan kerja atau jam kerja yang cukup, sehingga PRT memiliki waktu sedikit untuk bisa lepas sejenak dari beban tersebut. Namun, waktu tersebut sebenarnya belumlah cukup jika dibandingkan dengan beban pekerjaan yang ia terima. Kadang, ketika PRT sedang melepas penat, beristirahat, bercengkerama dengan sesama PRT, masih saja ada kalimat-kalimat lain yang intinya tetap saja menyuruh PRT untuk melakukan pekerjaan. Sehingga di sini hari libur menjadi sangat penting untuk benar-benar menjadi hak mutlak yang harus diberikan, dimana hari itu menjadi hari “merdeka” bagi seorang PRT untuk bisa beraktivitas apapun.

Dibandingkan dengan pekerja pabrik yang memiliki batasan kerja, jam kerja, dan juga hari libur yang jelas, maka PRT tidak demikian. Hari libur yang seharusnya PRT dapatkan untuk bisa menikmati waktu luang bersama teman atau keluarganya sangat jarang sekali diberikan, apalagi PRT yang ia tidak memakai kontrak kerja (yang berpihak terhadap PRT tentunya). Umumnya jam kerja PRT mulai dari jam 04.30 (subuh) hingga pukul 20.00 setelah membereskan makan malam atau pukul 22.00 . Memang ada jenis hari libur yang lumayan panjang diberikan PJ terhadap PRT, sebut saja libur Lebaran misalnya. Satu atau dua minggu adalah batasan maksimal yang diberikan ketika lebaran tiba, namun, apakah waktu tersebut sesuai dengan beban pekerjaan yang telah mereka lakukan selama satu tahun tersebut, dengan jam kerja panjang, istirahat minim, batasan kerja yang tidak jelas, dsb. Cukupkah waktu libur tersebut ?
Pekerja rumah tangga sama kondisinya dengan sang pengguna jasa, yakni manusia yang membutuhkan istirahat, termasuk di dalamnya adalah cuti dan libur. Waktu istirahat adalah wajar dan sesuai dengan panjang jam kerja, sementara untuk hari libur, PRT berhak mendapatkan hari libur mingguan selama 24 jam atau satu hari dalam setiap minggu. PRT juga layak diberikan cuti haid dan cuti melahirkan. Untuk cuti tahunan, PRT juga bisa mendapatkan setelah bekerja dengan pengguna jasa minimal 1 tahun atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak tentang masa kerja. Bagi pengguna jasa, jika jam istirahat tidak diberikan sesuai dengan kebutuhan secara fisik maupun psikologis, hal ini jelas akan berpengaruh pada kinerja Pekerja Rumah Tangga yang tentunya merugikan kedua belah pihak.

Memang, sampai sekarang permasalahan Pekerja Rumah Tangga masih menjadi obrolan minoritas di kalangan pengambil kebijakan. Kalau dibandingkan dengan persoalan pekerja pabrik, dimana para pekerjanya dapat melakukan pemogokan bersama-sama untuk melawan majikannya. Melihat kondisi demikian sudah saatnya perlu dipikirkan adanya perlindungan atas hak-hak azasi para pekerja rumah tangga. Hak-hak tersebut meliputi hak mendapatkan perlakuan baik, mendapatkan gaji yang layak serta hak untuk melakukan sesuatu yang wajar. Pekerja Rumah Tangga juga harus dibebaskan dari segala tindakan pemerasan, kekerasan dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Demikian pula dengan perlindungan hukum, sudah saatnya PRT diberikan perangkat perlindungan yang bersifat pencegahan terjadinya pelanggaran HAM atas Pekerja Rumah Tangga, dan hal ini bisa dilakukan melalui regulasi baik setingkat Undang-undang atau Peraturan Daerah.