Jumat, 26 September 2008

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H

Keluarga besar Serikat PRT “Tunas Mulia” Yogyakarta
Mengucapkan


Selamat Hari Raya Idul Fitri
1 Syawal 1429 H

Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon maaf lahir dan batin


Jumat, 12 September 2008

Informasi


Blog Serikat PRT
dikelola oleh anggotanya, dimana di dalamnya menuliskan berita-berita Serikat PRT dan kegiatannya.

E-mail Serikat PRT "Tunas Mulia" Yogyakarta
serikatprt@yahoo.com
tlp: (0274)632492


Rabu, 10 September 2008

Draft Kompilasi Raperda

PEMKOT YOGYAKARTA ABY-PSH ABY-SBY LABH JPPRT
PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA
NOMOR TAHUN
TENTANG
PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA YOGYAKARTA,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, sehingga perlu didayagunakan dan dilindungi hak-haknya
b. bahwa pembangunan di bidang ketenagakerjaan bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan kesejahteraan dan menjamin kepastian kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa adanya diskriminasi dengan memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
c. bahwa berdasarkan kewenangan dan sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka untuk melaksanakan maksud tersebut huruf a dan b diatas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 859);
2. Undang undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Nomor 4 Tahun 1951, Lembaran Negara Nomor 4 Tahun 1951;
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 14);
5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun .....Nomor, Tambahan Lembaran Negara Nomor..... );
6. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3836)
7. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry And Commere (Konvensi ILO 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan)
8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 ( Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara 4548);
9. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133)
10. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional;
11. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta (Lemabaran Daerah Tahun 1988 Nomor 12 Seri C);
12. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta nomor 1 Tahun 1992 tentang Yogyakarta Berhati Nyaman (Lembaran Daerah Tahun 1992 Nomor 37, Seri D);
13. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor ....., Seri D).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA YOGYAKARTA
dan
WALIKOTA YOGYAKARTA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN. Tambahan perubahan :
Perubahan judul Raperda
Menjadi Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Tentang Ketenagakerjaan


































































Tambahan perubahan :
Judul Raperda diganti menjadi PERDA KETENAGAKERJAAN

Raperda ini tidak secara speksifik mengatur tentang ketenagakerjaan, tetapi lebih mengarah mengatur pada penyelenggaraan ketenagakerjaan, padahal di dalam ketentuan dan pasal-pasalnya ada pengaturan buruh. Sehingga ada ambivalensi dalam Raperda ini. Tambahan
Perubahan
Idem


Menimbang :
dilindungi hak-haknya termasuk pekerja perempuan khususnya;


B A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Yogyakarta.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Yogyakarta.
3. Walikota adalah Walikota Yogyakarta.
4. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Ketenagakerjaan.
5. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
6. Pengusaha adalah :
a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
7. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
8. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
9. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
10. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tambahan perubahan :
Dalam BAB I
Perlu penambahan ketentuan umum secara lengkap.
- penambahan tentang ketentuan pemberi kerja, guna mengkafer unsur buruh non formal.
- pemanbahan tentang pengertian lembaga bantuan hukum perburuhan.
- Penambahan tentang pengertian lembaga pengawasan independen
Definisi hanya sebagian,
Ditambahkan definisi sebagaimana UUK No. 13/2003
BAB II
PENYELENGGARA KETENAGAKERJAAN
Pasal 2
(2) Penyelenggaraan ketenagakerjaan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan atau swasta.
(3) Penyelenggaraan ketenagakerjaan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah meliputi : Pelatihan, Penempatan dan Perlindungan tenaga kerja.
(4) Penyelenggaraan ketenagakerjaan yang dilaksanakan oleh swasta meliputi : Pelatihan dan Penempatan tenaga kerja.
(5) Khusus Penempatan tenaga kerja yang dilaksanakan oleh swasta wajib mendapatkan rekomendasi dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.(catatan :masuk pada bab penempatan naker) Tidak ada indikator yang jelas antara penyelenggara pemerintah dengan swasta
BAB III
PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS
Pasal 3
(1) Pelatihan kerja diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.
(2) Pelatihan kerja dapat dilaksanakan oleh Lembaga Latihan Kerja Pemerintah dan Swasta.
(3) Pelatihan kerja yang dilaksanakan swasta dapat diselenggarakan oleh lembaga latihan kerja swasta dan perusahaan
(4) Lembaga Latihan Kerja Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai kewenangan di bidang ketenagakerjaan, yang melaksanakan berbagai macam latihan kerja bagi masyarakat yang berdasarkan sistim Pelatihan Kerja Nasional.
(5) Lembaga Latihan Kerja Swasta (LLKS) yang melakukan pelatihan kerja bagi masyarakat umum, wajib memiliki Izin Penyelenggaraan Pelatihan Kerja dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(6) Bagi Lembaga Latihan Kerja Swasta (LLKS) yang sudah mendapatkan izin dan berkeinginan menambah program baru, maka wajib memiliki Izin Penambahan Program dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(7) Bagi Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan bagi pekerjanya dan atau melatih masyarakat umum tanpa memungut biaya wajib mendaftarkan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. a. Apa perbedaan penempatan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta ?
b. Wewenang Izin Penyelenggara pelatihan ada di walikota atau pejabat yang ditunjuk.
a. Seharusnya ijin penyelenggarakan pelatihan diberikan oleh Disnakertrans Kota

Tidak jelas apakah pelatihan ini diperuntukkkan hanya untuk calon tenaga kerja atau untuk yang sudah bekerja ?

Pasal mengenai pelatihan kerja terutama yang diselenggarakan oleh perusahaan (pasal 3 ayat 3), disini akan menimbulkan bumerang dalam pelaksanaan karena apakah pelatihan/training ini nantinya dapat dihitung sebagai masa kerja/tidak
Pasal 4
(2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(3) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan disertai alasan dan saran perbaikan.
(4) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), saran perbaikan tidak dipenuhi dan dilengkapi, maka dikenakan sanksi penghentian program pelatihan.
(5) Lembaga pelatihan kerja swasta yang tidak mentaati dan tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana pada ayat (3) dikenakan sanksi pencabutan izin.
(6) Pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh perusahaan apabila tidak mentaati dan tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana pada ayat (3) dikenakan sanksi pembatalan pendaftaran pelatihan kerja. IDEM PASAL 3
Pasal 5
(1) Peserta pelatihan kerja yang telah menyelesaikan program pelatihan dan dinyatakan lulus berhak mendapatkan sertifikat pelatihan dari penyelenggara pelatihan tenaga kerja.
(2) Peserta pelatihan kerja yang telah lulus atau tenaga kerja yang berpengalaman dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat yang diberikan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) IDEM PASAL 3
INFORMASI PASAR KERJA
Pasal 6
(1) Untuk pelayanan penempatan tenaga kerja diperlukan data yang dapat memberikan gambaran mengenai Informasi Pasar Kerja yang disampaikan kepada masyarakat atau lembaga yang membutuhkan melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang dibidang Informasi, bidang ketenagakerjaan, kecamatan, kelurahan, satuan pendidikan menengah dan perguruan tinggi maupun bursa kerja online.
(2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari hasil laporan pengusaha dan atau pemberi kerja, hasil kegiatan antar kerja lembaga pelayanan penempatan tenaga kerja, yang selanjutnya dilakukan analisa oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang tenaga kerja.
(3) Lembaga Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Swasta dan Bursa Kerja Khusus wajib melaporkan secara tertulis kegiatan informasi pasar kerja kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
(4) Perusahaan wajib melaporkan setiap adanya lowongan kerja kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
(5) Bagi Perusahaan yang akan menginformasikan lowongan kerja melalui media massa wajib mendapat rekomendasi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan. Tambahan perubahan :
Pasal 6: perlu diperjelas bagaimana pengadaan perangkatnya. Belum jelas yang dimaksud info Pasar kerja ini untuk tenaga kerja biasa atau yang Mempunyai skill

Apakah perangkat sarana dan prasarana sudah siap bila menggunakan sisitem komputersasi untuk bursa tenaga kerja ?
BAB V
PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
Pasal 7
(1) Penempatan tenaga kerja di dalam negeri dilaksanakan melalui mekanisme antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD), Antar Kerja Khusus (AKSUS) dan Transmigrasi, sedangkan untuk penempatan ke luar negeri melalui mekanisme Antar Kerja Antar Negara (AKAN) yang difasilitasi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
(2) Penempatan tenagakerja melalui mekanisme AKAD yang dilaksanakan oleh lembaga pelayanan penempatan swasta dan atau perusahaan wajib mendapatkan surat persetujuan penempatan dari walikota atau pejabat yang ditunjuk, Tambahan perubahan :
Bab V
Judul Bab V cukup PENEMPATAN TENAGA KERJA
Belum jelas arti dari kata ” pemberdayaan tenaga kerja yang mandiri, sektor informal serta tenaga kerja sukarela.
Aturan tentang PKWT masih lemah
Ditambah aturan untuk PKWT agar perlindungan untuk PKWT menjadi kuat.
Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan tenaga kerja yang mandiri, sektor informal serta tenaga kerja sukarela ?
Pasal 8
Perluasan kesempatan tenaga kerja dilaksanakan melalui penerapan teknologi tepat guna, sistem padat karya, pemberdayaan tenagakerja mandiri dan sektor informal serta tenaga kerja sukarela. Tambahan perubahan :
Pasal 8. pasal ini tidak konkrit, dan hanya merepetisi dari UUK 13 Th 2003.
Pasal 8 dihapus karena telah ada dalam UUK 13 th 2003 IDEM PASAL 7
BAB VI
PENGGUNAAN TENAGA KERJA
WARGA NEGARA ASING
Pasal 9
(1) Setiap pengguna Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) wajib memiliki Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dari Pemerintah.
(2) Setiap penguna TKWNAP yang telah memiliki IMTA dari Pemerintah wajib melaporkan keberadaannya kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk Tambahan perubahan :
Pada Bab VI, lebih pada pengguna TKA dan belum menyentuh TKA

BAB VII
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN KESEJAHTERAAN
Bagian Pertama
Hubungan Industrial
Pasal 10
(1) Dalam pelaksanaan hubungan industrial Pemerintah Daerah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pembinaan dan pengawasan serta melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan
(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha atau organisasi pengusaha mempunyai hak dan kewajiban serta fungsi untuk menjalin kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan mendapatkan kesejahteraan yang berkeadilan serta mengembangkan sarana hubungan industrial.
(3) Segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana hubungan industrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Tambahan perubahan :
Judul BaB VII cukup HUBUNGAN INDUSTRIAL
Biasanya tenaga kerja tidak paham hukum, padahal pengusaha menggunakan pengacara, sehingga menjadi timpang

Harus ada laporan publik dari Disnakertrans kota dengan mengundang pihak-pihak yang terkait.
Laporan dibuat dalam bentuk buletin
Bagian Kedua
Hubungan kerja
Pasal 11
(1) Pelaksanaan hubungan kerja dipersyaratkan adanya perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis atau lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis wajib dicatatkan pada Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat secara lisan, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
(4) Tata cara pembuatan, prosedur dan pencatatan dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku Terdapat beberapa instansi yang dapat memberikan perijinan

Perijinan harus satu instansi yakni disnaker agar mempermudah pengawasan
Pasal 12
(1) Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh dan dibuat secara tertulis.
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Tata cara dan prosedur perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tambahan perubahan : Pasal
a. Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
b. Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) atau peleburan perusahaan (konsolidasi) dan masing-masing perusahaan mempunyai perjanjian kerja bersama, maka masing-masing perjanjian masih tetap berlaku sampai disepakatinya perjanjian kerja bersama yang baru.
Yang dimaksud dengan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh adalah proses pembubaran serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam UU No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Belum mencakup perusahaan penyedia jasa yang tidak didirikan di kota Yogyakarta, sehingga lemah dalam pengawasan
Bagian Ketiga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Pasal 13
Pemerintah Daerah melakukan fasilitasi tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Tidak jelas bentuk fasilitasi perselisihan

Bentuk fasilitasinya seperti apa?
Pasal 14
(1) Perselisihan Hubungan Industrial diupayakan terlebih dahului oleh pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha melalui perundingan dengan sistem Bipartit secara musyawarah mufakat.
(2) Upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan sistem bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat risalah perundingan yang ditanda tangani para kedua belah pihak. Tambahan perubahan :
Pasal 14
(1) Dalam hal terjadi perselisihan, pekerja/ buruh yang tidak memiliki serikat pekerja/ serikat buruh dapat meminta jasa pembelaan kepada lembaga bantuan hukum perburuhan.
(2) Pembelaan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku dalam penyelesaian secara mediasi, konsiliasi, arbritase, dan Pengadilan Hubungan Industrial.
(3) Pemerintah daerah wajib memberitahukan pekerja/buruh utuk meminta jasa pembelaan dari lembaga bantuah hukum perburuhan
Pasal 15
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dicapai kata sepakat dibuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial guna memperoleh akte pendaftaran.
(5) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak dapat dicapai kata sepakat, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang Ketenagakerjaan, untuk diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada keharusan pendaftaran risalah perundingan sehingga lemah dalam pelaksanaan

Penegasan kewajiban pendaftaran risalah perundingan, guna mendapatkan gross akte sehingga dapat langsung dieksekusi apabila salah satu pihak wanprestasi
Bagian keempat
Fasilitas Kesejahteraan
Pasal 16
1. Setiap perusahaan di Daerah wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi pekerja
2. Fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan
3. Fasilitas kesejahteraan bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
4. Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang memberikan bimbingan, penyuluhan dan pengawasan dalam penyediaan fasilitas kesejahteraan bagi pekerja di perusahaan. Tambahan perubahan :
Bagian keempat
Fasilitas Kesejahteraan dihapus karena telah ada dalam UUK No 13 Tahun 2003 pasal 100 Definisi ukuran kemampuan pengusaha abstrak jadi sering dijadikan justifikasi bagi pengusaha untuk tidak memberikan fasilitas kesejahteraan

Keterlibatan walikota tidak cukup efektif (SMD tidak memadai) untuk terlibat dalam hal ini

Ukuran kemampuan perusahaan harus dipertegas, harus dibuat standar minimal penyediaan fasilitas kesejateraan yang wajib diberikan kpd pekerja
Bagian Kelima
Tunjangan Hari Raya Keagamaan
Pasal 17
(1) Setiap pengusaha wajib memberikan tunjangan hari raya keagamaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan terus-menerus.
(2) Besarnya pemberian tunjangan hari raya keagamaan adalah;
a. bagi pekerja/ buruh yang mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan terus-menerus diberikan minimal 1 (satu) bulan upah.
b. bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih tapi kurang dari 12 (dua belas) bulan diberikan dengan dihitung secara proporsional.
(3) Bagi pengusaha yang tidak mampu memberikan tunjangan hari raya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya jumlah tunjangan hari raya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum hari raya sesuai dengan agama yang dianutnya, tetap berhak mendapatkan tunjangan hari raya.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku bagi pekerja dalam status perjanjian kerja waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum hari raya keagamaan sesuai agama yang dianutnya.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum hari raya keagamaan, dengan melampirkan sebagai berikut:
a. kesepakatan antara pengusaha dengan buruh/pekerja;
b. Neraca rugi laba 2 (dua) tahun terakhir. Kata “penyimpang” sangat lemah, dapat menimbulkan polemik.
Apa yang dimaksud dengan kata penyimpangan tersebut ?
BAB VIII
PERIZINAN
Bagian Pertama
Lembaga Pelatihan Kerja
Pasal 18
(1) Untuk memperoleh izin Lembaga Pelatihan Kerja, pemohon wajib mengajukan permohonan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan :
a. Foto Copy akte pendirian dan/atau akte perubahan sebagai badan hukum dan tanda bukti pengesahan dari instansi yang berwenang
b. Daftar nama yang dilengkapi dengan riwayat hidup yang menjadi penanggungjawab Lembaga Pelatihan Kerja.
c. Foto copy tanda bukti kepemilikan atau penguasaan sarana, prasarana dan fasilitas pelatihan kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sesuai dengan program pelatihan yang akan diselenggarakan.
d. Program pelatihan kerja berbasis kompetensi
e. Profil lembaga pelatihan kerja yang meliputi antara lain : struktur organisasi, alamat, telepon, dan faximile
f. Daftar intrukstur dan tenaga kepelatihan
g. Bagi Lembaga Pelatihan Kerja di luar negeri yang akan membuka cabang dari LPK luar negeri.

(2) Bagi Lembaga Pelatihan Kerja yang sudah mendapatkan izin dan berkeinginan menambah program baru, wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada walikota atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan :
a. Copy ijin dan/atau tanda daftar yang masih berlaku sebagai LPK
b. Realisasi pelaksanaan program pelatihan
c. Program tambahan pelatihan kerja sesuai dengan program tambahan
d. Daftar instruktur dan tenaga kepelatihan sesuai dengan program tambahan
e. Daftar inventaris sarana dan prasarana kerja sesuai dengan program tambahan
f. Daftar nama penanggungjawab sesuai dengan program tambahan

(3) Untuk memperoleh perpanjangan izin Lembaga Pelatihan Kerja, wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan :
a. Copy ijin LPK yang masih berlaku
b. Foto copy tanda bukti kepemilikan atau penguasaan sarana, prasarana dan fasilitas pelatihan kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sesuai dengan program pelatihan yang akan diselenggarakan
c. Realisasi pelaksanaan program yang telah dilaksanakan
d. Daftar instruktur dan tenaga kepelatihan

(4) Untuk memeperoleh Izin Operasional bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, perusahaan wajib mengajukan permohonan dengan dilampiri :
a. Foto copy surat pengesahan sebagai badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi
b. Foto copy anggaran dasar atau akte pendirian yang didalamnya memuat kegiatan usaha penyedian jasa pekerja/buruh
c. Foto copy SIUP
d. Foto copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku.. Persyaratan ijin mudah, sehingga proteksi pendirian tidak dapat dikontrol.
Lemahnya perlindungan bagi pekerja melalui penyedia jasa

Harus ada tambahan persyaratan ijin : kegiatan yang akan dilakukan.
Adanya jaminan berbentuk uang tunai dari penyedia jasa untuk perlindungan bagi tenaga kerja.
Pasal 19
Bagian Kedua
Tata cara memperoleh izin
(1) Tata cara memperoleh izin bagai Lembaga Pelatihan Kerja dilakukan dengan tahapan :
a. Penanggungjawab Lembaga Pelatihan Kerja mengajukan permiohonan izin kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
b. Permohonan yang telah diterima dilakukan verifikasi oleh tim yang dibentuk oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk
c. Tim sebagaimana dimaksud huruf b sekurang-kurangnya beranggotakan dari unsur organinsasi LPK, unit kerja yang menangani pelattihan kerja dan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan di kota dan mempunyai tugas melakukan verifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen
d. Verifikasi dokumen yang dilakukan oleh tim harus sudah selesai pada waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan dan hasil verifikasi dilaporkan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
e. Dalam hal dokumen yang telah diverifikasi oleh tim tidak lengkap, maka Walikota atau pejabat yang ditunjuk menolak permohonan pemohon dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak hasil verifikasi
f. Dalam hal dokumen yang telah diverifikasi oleh tim dinyatakan lengkap, maka Walikota atau pejabat yang ditunjuk mengeluarkan surat keputusan penetapan perizinan yang dilampiri dengan sertifikat perijinan LPK dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah selesai verifikasi
(2) Pengajuan izizn penambahan program pelatihan kerja dilakukan dengan tata cara :
a. Penanggungjawab Lembaga Pelatihan Kerja mengajukan permohonan izin penambahan program kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
b. Permohonan yang telah diterima dilakukan verifikasi
c. Verifikasi harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan dan hasil verifikasi
d. Dalam hal dokumen yang telah diverifikasi oleh tim tidak lengkap, maka Walikota atau pejabat yang ditunjuk menolak permohonan pemohon dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak hasil verifikasi
e. Dalam hal dokumen yang telah diverifikasi oleh tim dnyatakan lengkap, maka Walikota atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Keputusdan penambahan program
(3) Tata cara pengajuan perpanjangan izin Lembaga Pelatihan Kerja ;
a. Penanggungjawab Lembaga Pelatihan Kerja mengajukan permohonan perpanjangan izin kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
b. Izin Lembaga Pelatihan Kerja dapat diberikan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang lagi dengan waktu yang sama
c. Perpanjangan izin dapat diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum izin berakhir dan diajukan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
d. Perpanjangan izin tidak dapat diterbitkan apabila permohona yang diajukan melampaui sebagaimana pada huruf c
e. Dalam hal permohonan perpanjangan izin dinyatakan lengkap, Walikota atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan izin perpanjangan LPK
f. Izin perpanjangan harus sudah diterbitkan dalam waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak permohonan diterima
(4) Tata cara memperoleh izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh :
a. Perusahaan mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan persyaratan ditujukan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
b. Sebelum izin operasional diterbitkan, Walikota atau pejabat yang ditunjuk mengadakan penelitian atau pencermatan berkas yang dilampirkan
c. Izin operasional diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagkerjaan.
d. Apabila setelah dilakukan pencermatan atau persyaratan telah dipenuhi secara lengkap dan benar, maka izin operasional diterbitkan dalam waktu 3 (tiga) hari dan berlaku selama 5 (lima) tahun
e. Apabila setelah dilakukan pencermatan ternyata persyaratan tidak lengkap dan tidak benar, maka berkas permohonan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi atau dibetulkan IDEM PASAL 18
BAB VIII
PERLINDUNGAN
Bagian pertama
Perlindungan Kerja
Pasal 20
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
b. Moral dan kesusilaan;
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku Perlindungan yang dimasukkan dalam raperda ini sudah diatur dalam UUK No. 13/2003

Membuat aturan yang lebih detail tentang perlindungan bagi kaum rentan ini

Mengapa yang telah diatur dalam UUK ditulis kembali dalam raperda ini ?
Paragraf 1
Pekerja Anak
Pasal 21
(1) Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan bagi :
a. Anak berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial
b. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dengan syarat dibawah pengawasan langsung orang tua/wali, waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari serta kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial dan waktu sekolah.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
a. Ada izin tertulis dari orang tua/wali;
b. Ada perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua/wali;
c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. Dilakukan siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. Keselamatan dan kesehatan kerja;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas.
(3) Menerima upah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IDEM PASAL 20
Pasal 22
Dalam hal anak dipekerjaan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat keja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa. IDEM PASAL 20
Paragraf 2
Pekerja Perempuan
Pasal 23
(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) Tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d 07.00.
(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut surat keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya bila bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan perempuan antara 23.00 s.d 07.00 wajib :
c. Memberikan makanan minuman yang bergizi (sekurang-kurangnya 1400 kalori);
d. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja;
e. Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d 05.00;
f. memperoleh persetujuan dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Tambahan perubahan
pasal 23 ayat 4 :
tentang fasilitas menyusui dan kesempatan menyusui
(1) Pengusaha wajib memberikan fasilitas dan kesempatan menyusui terhadap pekerja perempuan yang dalam masa menyusui IDEM PASAL 20
Paragraf 3
Penyandang Cacat
Pasal 24
(1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IDEM PASAL 20
Bagian Kedua
Waktu Kerja dan Waktu istirahat
Pasal 25
(1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja:
a. 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dan 1 (satu) hari istirahat mingguan dalam 1 (satu) minggu
b. 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dan 2 (dua) hari istirahat mingguan dalam 1 (satu) minggu.
(2) Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat :
a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;
b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja /buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Waktu kerja yang dimasukkan dalam raperda ini sudah diatur dalam UUK No. 13/2003

Mengapa yang telah diatur dalam UUK ditulis kembali dalam raperda ini ?
Pasal 26
(1) Pengusaha wajib memberikan istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Istirahat antara jam kerja paling sedikit 30 (tiga puluh) menit setelah bekerja 4 (empat) jam terus-menerus
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu dan 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. Cuti tahunan paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
d. Cuti panjang bagi perusahaan tertentu paling sedikit 2 (dua) bulan dilaksanakan pada Tahun ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 (satu) bulan;
e. Tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid bagi pekerja perempuan yang merasa sakit waktu haidnya
f. Istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
g. Istirahat keguguran kandungan selama 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan/bidan;
h. Hari libur resmi yang ditetapkan oleh Pemerintah. IDEM PASAL 25
Pasal 27
(1) Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh yang melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
(2) Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sepatutnya kepada pekerja/buruh perempuan untuk menyusui anaknya, jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. IDEM PASAL 25
Bagian ketiga
Pengupahan
Pasal 28
Setiap pekerja /buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Tidak ada indicator yang jelas tentang penghasilan yang layak bagi kemanusiaan
Kadang-kadang tenaga kerja tidak diberi slip gaji.

Harus dibuat indicator mengenai penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
Perusahaan wajib memberikan slip gaji ekpada tenaga kerja

Indikator kehidupan yang layak seperti apa?
Pasal 29
(1) Untuk mewujudkan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dilaksanakan dengan perlindungan terhadap pengupahan
(2) Perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Upah Minimum;
b. Upah Kerja Lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. Denda dan potongan upah;
g. Bentuk dan cara pembayaran upah;
h. Hal-hal yang diperhitungkan dalam upah;
i. Upah selama mengalami musibah sakit;
j. Upah sementara tidak mampu bekerja karena kecelakaan kerja;
k. Upah untuk kompensasi pembayaran pesangon dan lainnya;
l. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(3) Pemberian perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. IDEM PASAL 28
Pasal 30
(1) Pengusaha wajib membuat dan/atau memiliki serta memelihara buku upah.
(2) Buku upah sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama pekerja;
b. Jabatan;
c. Masa Kerja;
d. Komponen Upah;
e. Potongan-potongan;
f. Tanda tangan. IDEM PASAL 28
Bagian Keempat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 31
(1) Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja berhak atas keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Keselamatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti penggunaan alat, instalasi, pesawat mesin-mesin dan alat pelindung diri.
(3) Kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pemeriksaan kesehatan baik awal, berkala maupun khusus, kondisi lingkungan kerja Kenyataan dilapangan masih banyak perusahaan yang belum memperhatikan sepenuhnya keselatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja

Perlunya pengawasan yang lebih intensif dari Disnakertrans Kota terhadap hal ini dan dilakukan SIDAK (Inspeksi mendadak
Pasal 32
(1) Setiap perusahaan yang akan memakai dan mempergunakan alat, instalasi, pesawat dan mesin-mesin wajib memiliki pengesahan pemakaian dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk
(2) Untuk dapat memperoleh pengesahan pemakaian alat, instalasi, pesawat dan mesin-mesin sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan dilakukan pemeriksaan/pengujian
(3) Tata cara pemeriksaan/pengujian terhadap alat, instalasi, pesawat dan mesin-mesin dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IDEM PASAL 31
Pasal 33
(1) Setiap perusahaan berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja baik pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.
(2) Penyelenggaraan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. IDEM PASAL 31
Pasal 34
(1) Setiap perusahaan wajib melakukan pemeriksaan dan pengujian kondisi lingkungan kerja.
(2) Prosedur dan tatacara pemeriksaan pengujian kondisi lingkungan kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. IDEM PASAL 31
Bagian Kelima
Jaminan Sosial
Pasal 35
(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Belum ada sanksi bagi perusahaan yang tidak memberikan jaminan sosial kepada tenaga kerja

Adanya sanksi kepada perusahaan yang tidak memberikan jaminan social tenaga kerja
BAB IX
PEKERJA RUMAH TANGGA
Pasal 36
(1) Pengguna jasa pekerja rumah tangga dapat membuat perjanjian kerjasama secara tertulis dengan pekerja rumah tangga .
(2) Dalam perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur hak dan kewajiban kedua belah pihak. Tidak ada landasan hukum
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 37
(1) Pembinaan terhadap kegiatan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi ;
a. Bimbingan dan penyuluhan bidang ketenagakerjaan;
b. Bimbingan perencanaan tehnis dibidang ketenagakerjaan;
c. Pemberdayaan masyarakat di bidang ketenagakerjaan Tidak jelas mengenai hal yang akan diawasi

Harus dirinci hal apa saja yang akan diawasi, dibuat panduan pengawasan
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 38
(1) Pengawasan ketenagakerjaan dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kopetensi dan independensi guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang–undangan ketenagakerjaan.
(2) Pegawai pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tambahan perubahan :
(5) Guna meningkatkan efektifitas pengawasan ketenagakerjaan maka pemerintah kota membentuk lembaga pengawasan ketenagakerjaan independen.
(6) Komposisi, tugas dan fungsi pengawasan ketenagakerjaan independen akan diatur lebih lanjut dalam perwal IDEM PASAL 37
BAB XI
KETENTUAN SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 39
Setiap perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), (6), Pasal 6 (3), (4), ( 5) Pasal 7 (2), Pasal 9 (2), (3), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), (3), (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 22, Pasal 27 (2), Pasal 30 ayat (1) dikenai sanksi administrasi dengan tahapan sebagai berikut :
a. Teguran; (diberi keterangan waktu)
b. Peringatan tertulis;
c. Pembatalan kegiatan usaha;
d. Pembekuan kegiatan usaha;
e. Pembatalan persetujuan;
f. Pembatalan pendaftaran;
g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. Pencabutan izin. Tambahan Perubahan :
Pasal 28 (1),
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 40
1. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Pasal 11 ayat (3) Pasal 12 ayat (2) Pasal 17 ayat (1), diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan kurungan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.
3. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masuk Kas Daerah. Tambahan Perubahan :
Sanksi Pidana
Pasal 40
(3) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), pasal 17 ayat (1), Pasal 21 ayat (3) huruf d, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan kurungan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pasal 41
Pelanggaran terhadap Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 21 ayat (3), Pasal 23 ayat (1), (2), (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) Pasal 34 (1) dikenakan sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tambahan perubahan Pasal 41 :
Pelanggaran terhadap Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), (2), (3), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XII
P E N Y I D I K A N
Pasal 42
Selain oleh Penyidik Polri, Penyidikan atas pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemerintah Daerah.
Pasal 43
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e Pasal ini;
h. mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Segala perizinan dan pengesahan yang telah ditetapkan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Daerah sebelum Peraturan Daerah ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa izinnya habis.
(2) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkan
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 46
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Yogyakarta
Ditetapkan di Yogyakarta
Pada tanggal
WALIKOTA YOGYAKARTA


H. HERRY ZUDIANTO

Diundangkan di Yogyakarta
Pada tanggal


SEKRETARSI DAERAH KOTA YOGYAKARTA



Drs. RAPINGUN
NIP.490 017 536


DIUNDANGKAN DALAM LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA
TAHUN.......NOMOR........SERI.....................